Jumat, 26 Februari 2010

RAFFLESIA BUNGA LANGKA KEBANGGAAN BANGSA

RAFFLESIA BUNGA LANGKA KEBANGGAAN BANGSA


Bangsa kita patut bersyukur atas limpahan kekayaan sumber daya alam hayati yang telah dikaruniakan Tuhan , sehingga Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia (Mega Biodiversity) setelah Brazil dan Colombia. Tercatat tidak kurang dari 40.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis hewan, 5.000 jenis jamur dan 1.500 jenis monera hidup di Indonesia. Rifai (1988) menyebutkan bahwa dari jumlah tersebut 6.000 jenis tumbuhan, 1.000 jenis hewan, 100 jenis jamur dan monera telah diketahui potensi serta manfaatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Salah satu jenis keanekaragaman hayati flora yang perlu kita cermati sekarang ini adalah bunga Rafflesia. Berkat keindahannya, bunga ini menjadi terkenal dan mempunyai daya tarik tersendiri terutama bagi para pecinta dan pemerhati bunga, sedangkan keunikan dan kelangkaannya telah menarik perhatian serius para peneliti, pecinta dan pemerhati lingkungan dalam usaha mencari metoda yang efektip untuk melestariankan bunga tersebut.

Dua ratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1797 seorang ahli botani Prancis bernama Deschamps telah melakukan eksplorasi di pulau Jawa. Dalam eksplorasi tersebut Deschamps berhasil menemukan sejenis bunga berukuran besar yang kita kenal sekarang sebagai bunga Rafflesia. Selain membuat lukisan Rafflesia, Deschamps juga berhasil mengoleksi sejumlah tumbuhan yang dia temukan selama eksplorasinya di pulau Jawa.

Sebagian besar dari kita mungkin banyak yang mengira bahwa penemu pertama bunga Rafflesia adalah Sir Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia). Perlu kita ketahui bahwa pada tahun 1818 (21 tahun setelah Deschamps menemukan bunga Rafflesia) Raffles beserta dokter pribadinya Joseph Arnold menemukan sejenis bunga yang kita kenal sekarang sebagai Rafflesia arnoldi di Pulau Lebar di sekitar sungai Manna, Bengkulu. Dengan demikian Raffles bukanlah penemu pertama bunga Rafflesia, tetapi namanya diabadikan pada nama Genus dan Familia bunga tersebut sebagai penghargaan atas pengabdian, perhatian dan kecintaanya terhadap flora maupun terhadap usaha pelestarian lingkungannya. Sekarang kita dapat menyaksikan karya besar dan peningggalan berharga Raffles berupa Kebun Raya (Botanical Garden) di Bogor.

Taksonomi dan Morfologi

Backer dan Backhuizen (1963) menggolongkan Rafflesia spp. ke dalam familia Rafflesiaceae. Menurut Sarwono (1997) di dunia terdapat 17 jenis Rafflesia, tetapi 7 jenis lainnya tidak dijumpai lagi dalam kurun waktu 50 tahun. Sepuluh jenis Rafflesia lainnya yang ditemukan di Indonesia kini mulai langka. Jenis-jenis tersebut yaitu ; R. arnoldi R. Br., R. hasselti Suringar, R. atjehensis Kooders, R. witkampi Kooders, R. patma Blume, R. rochussenii Teya, Binend, R. zolingeriana Kooders, R. tuan mudae Becc, R. borneensis Becc dan R. ciliata Kooders.

Rafflesia termasuk tumbuhan parasit karena seluruh hidupnya bergantung pada tumbuhan inangnya yaitu dari jenis Tetrasigma glabaratum dan Tetrasigma lanceolarium. Rafflesia tidak memiliki klorofil, tidak memiliki daun dan hidup melekat pada tumbuhan inangnya dengan alat pelekatnya menyerupai akar (haustorium) untuk menyerap makanan dari inangnya.

Batang Rafflesia sangat pendek, memiliki beberapa sisik pada bagian bawah sedangkan pada bagian atasnya terdapat bunga yang ukurannya sangat besar. Sebagai contoh R. arnoldi diameter bunga saat mekar mencapai 1 meter sedangkan pada R. patma mencapai 52 cm.

Bunga merupakan satu-satunya bagian tumbuhan yang dapat dilihat oleh mata. Perhiasan bunga baik kelopak maupun mahkota umumnya berwarna merah kecoklatan. Bunga jantan dan bunga betina terdapat pada individu berlainan (Dioecious). Pembentukan bunga umumnya diawali dengan pembengkakkan dalam akar tumbuhan inangnya, sedangkan kuncup bunga terbentuk pada bagian permukaan akar tumbuhan inang. Lamanya perkembangan kuncup tergantung pada jenis Rafflesia. Menurut Meijer (1958) pada R. arnoldi lamanya kuncup diperkirakan 310 hari sedangkan pada R. patma ± 8 bulan.

Buah dan bijinya jarang ditemukan sedangkan ukuran bijinya sangat kecil , panjangnya lebih dari 1 mm dan lebarnya kurang dari 0,5 mm. Secara alami biji-biji Rafflesia dapat tumbuh dengan cara menyisipkan biji tersebut pada akar Tetrasigma sp. yang luka akibat injakan hewan berkuku.

Menurut Hidayati (1986) penyerbukan dan penyebaran Rafflesia diduga dilakukan oleh hewan. penyerbukannyA diduga dilakukan oleh lalat hijau (Lucilia sp.) dan lalat abu-abu kehitaman (Sarchopaga sp.), sedangkan penyebarannya diduga dilakukan oleh hewan berkuku (landak), atau oleh hewan pengerat (tupai).

Lokasi Penyebaran

Daerah penyebaran Rafflesia terbatas hanya di benua Asia. Meskipun anggota familia Rafflesiaceae dapat tumbuh dan tersebar di darah tropik maupun subtropik namun khusus untuk genus Rafflesia penyebarannya terbatas di daerah tropik dan umumnya dijumpai di hutan hujan tropik (tropical rain forest).

Indonesia memiliki hutan hujan tropik cukup luas yang berfungsi sebagai habitat alami Rafflesia, tersebar di Sumatera Barat dan Utara, Jawa Barat, Tengah dan Timur serta Kalimantan Barat dan Timur. Disamping itu Rafflesia dapat dijumpai di Semenanjung Malayasia, Serawak dan Philipina. Akan tetapi keanekaragaman jenisnya lebih banyak ditemukan di Indonesia.

Berikut adalah Tabel Lokasi Penyebaran Rafflesia spp. Menurut Meijer (1958).

LOKASI

JENIS RAFFLESIA

SUMATERA

R. arnoldi R. Br.R. hasselti Suringar

R. atjehensis Kooders

R. witkampi Kooders

JAWA

R. patma BlumeR. rochussenii Teya, Binend

R. zolingeriana Kooders

KALIMANTAN

R. tuan mudae BeccR. borneensis Becc

R. ciliata Kooders

R. witkampi Kooders

MALAYASIA

R. hasselti Suringar

PHILIPINA

R. manillata KoodersR. schandenbergiana Gopp

Manfaat

Sampai sekarang cara hidup dan manfaat jenis-jenis Rafflesia belum diketahui secara pasti dan masih menjadi misteri. Meskipun demikian pemanfaatannya untuk pengobatan tradisional telah diketahui sejak lama terutama oleh orang-orang yang hidup di sekitar lokasi ditemukannya Rafflesia.

Di jawa dan Kalimantan tunas Rafflesia digunakan sebagai bahan dasar untuk pembuatan ramuan dan jamu tradisional. Tunas tersebut dikumpulkan dan dikeringkan , kemudian dibuat ramuan jamu yang umumnya dikonsumsi oleh wanita. Di Jawa ramuan atau jamu tersebut disebut Patmosari karena bahanaya berasal dari tunas R. patma. Sedangkan di Sumatera, khusunya suku Sakai telah memanfaatkan bagian tumbuhan Rafflesia untuk menolong dan mengembalikan kesehatan wanita. Para ahli pengobatan menduga bahwa Rafflesia berkhasiat untuk melancarkan siklus menstruasi serta menghentikan pendarahan dini.

Manfaat lain yang tidak kalah pentingnya adalah Rafflesia sebagai objek penelitian dan pendidikan bagi generasi muda dalam rangka memupuk kesadaran terhadap pentingnya usaha pelestarian lingkungan. Rafflesia juga merupakan aset negara yang berpotensi sebagai objek wisata berupa wisata flora langka yang umumnya sangat menarik minat wisatawan mancanegara untuk mengamatinya. Tentu saja pengelolaanya harus secermat mungkin supaya kegiatan wisata tersebut jangan sampai mengganggu apalagi merusak habitat alminya.

Usaha Pelestarian

Salah satu penyebab semakin langkanya bunga Rafflesia yaitu terjadinya pengrusakan dan penyempitan habitat alaminya (hutan hujan tropis). Ancaman lain datang dari para pemburu dan kolektor flora langka termasuk para wisatawan asing yang mungkin saja jika tidak diawasi berusaha mendapatkan bunga Rafflesia lewat cara-cara ilegal, juga para perambah hutan yang secara langsung mengambil tunas Rafflesia untuk bahan dasar ramuan tradisionalnya semakin menambah kehawatiran hilangnya Rafflesia dari habitat alaminya.

Menyadari pentingnya usaha melestarikan bunga tersebut, maka Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian no. 6/MP/1961 tanggal 9 Agustus 1961 melarang dikeluarkannya Rafflesia dari habitat alaminya. Kemudian sejak tahun 1978 bunga Rafflesia dinyatakan sebagai jenis tumbuhan yang dilindungi dengan status nyaris punah.

Dalam rangka menindaklanjuti keputusan tersebut , pemerintah melalui Direktorat Jenderal PHPA membentuk beberapa kawasan Cagar Alam sebagai sebagai tempat untuk melindungi dan melestarikan keberadaan Rafflesia secara penuh pada habitat alaminya dengan mengusahakan sedikit mungkin campur tangan manusia. Upaya pelstarian seperti ini dikenal sebagai konservasi in situ.

Selain konservasi in situ kita juga mengenal konservasi eksitu yaitu usaha pelestarian Rafflesia dengan cara memindahkan bunga tersebut dari habitat alaminya ke habitat buatan seperti ke Kebun Botani. Meskipun konservasi secara eksitu lebih mahal dan lebih sulit jika dibandingkan konservasi in situ, namun cara ini telah membawa hasil yang cukup menggembirakan bagi usaha pelestarian Rafflesia, seperti bunga Rafflesia yang tumbuh di Kebun Raya Bogor salah satu bukti keberhasilan konservasi eksitu. Keuntungan lain dari konservasi eksitu yaitu memudahkan para peneliti, peminat, pemerhati dan pengunjung bunga Rafflesia untuk meneliti sekaligus menikmati keindahan bunga tersebut tanpa harus merusak habitat alaminya.

Usaha-usaha penelitian untuk menginventarisasi jenis-jenis dan potensi bunga Rafflesia yang tumbuh di Indonesia sudah selayaknya dilakukan secara kontinyu, karena hal ini erat kaitannya dengan usaha menjaga keanekaragaman hayati negara kita dari jarahan bangsa-bangsa lain. Hilangnya salah satu jenis Rafflesia dari bumi kita berarti hilangnya keanekaragaman genetik, hal ini berarti juga hilangnya tumpuan bagi kehidupan manusia saat ini maupun untuk generasi yang akan datang.

Tentunya kita tidak ingin dikemudian hari nanti anak-anak dan cucu-cucu kita hanya mengenal bunga Rafflesia dari gambar dan ceita saja tanpa dapat menyaksikan keindahan alaminya, karena waktu itu Rafflesia hanyalah tinggal legenda. Kiranya penting juga untuk memperkenalkan Rafflesia beserta flora dan fauna langka lainnya sedini mungkin kepada generasi muda kita , supaya penanaman kesadaran terhadap pentingnya usaha melestarikan Rafflesia dan lingkungan kita dapat tumbuh dan berkembang di setiap jiwa generasi muda.

Sebagai penutup kiranya perlu kita renungkan ucapan seorang bijak yang berkata bahwa “Bumi ini bukanlah milik kita tetapi titipan dari anak cucu kita “. Semoga bunga Rafflesia kebanggaan bangsa tidak hanya tinggal cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar